Abstrak
Urbanisasi, baik dalam bentuk perpindahan penduduk dari desa ke kota maupun dalam bentuk pemekaran wilayah administrasi yang mengubah dari status desa luar kota menjadi bagian wilayah kota, mempercepat pertambahan penduduk kota. Semakin bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan sumber daya lahan untuk permukiman dan sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk memenuhi kebutuhan ini, lokasi yang dianggap strategis adalah daerah pinggir sungai. Penduduk yang tergolong relatif miskin dan kurang berpendidikan banyak yang mendirikan gubug-gubug liar dan kumuh di tanah kosong di daerah bantaran Sungai yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah. Mereka umumnya tidak mengetahui bahwa peraturan daerah menetapkan daerah bantaran sungai itu sebagai lahan yang berstatus kawasan lindung dan direncanakan sebagai jalur hijau kota.
Kata kunci: Daerah Aliran Sungai (DAS), Penduduk bantaran sungai, limbah industri dan limbah rumah tangga
Abstract
Urbanization, whether in the form of population movement from rural to urban expansion and in the form of administrative areas that change from the status of villages outside the city became part of the city, speeding up the city population. Increasing population led to increasing demand of land resources for settlements and water resources to meet the needs daily. To meet this demand, which is considered a strategic location is an area of the river's edge. Population classified as relatively poor and less educated many of the established wild huts and slums in the clearing banks of the River in the area controlled by the Regional Government. They are generally unaware that the regulations specify the riverbank areas as the status of land and planned protected areas as a green line of the city.
Keywords: Watershed (DAS), river residents, industrial waste and household waste
I. Pendahuluan
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan wilayah tata air dan ekosistem yang di dalamnya terjadi interaksi antara unsur-unsur biotik berupa vegetasi penutup lahan dan abiotik terutama berupa tanah dan iklim. Interaksi tersebut dinyatakan dalam bentuk keseimbangan masukan dan luaran berupa hujan dan aliran. Adanya manusia dengan segala aktivitasnya yang memanfaatkan sumber daya dalam ekosistem DAS mengakibatkan terjadinya interaksi antara dua subsistem yaitu subsistem biofisik dan subsistem sosial ekonomi. Menurut Sandy (1996), Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam perspektif keruangan merupakan bagian dari muka bumi, yang airnya mengalir ke dalam sungai yang bersangkutan apabila hujan jatuh. Dalam DAS, terdapat karakteristik yang diperoleh dari air hujan yang jatuh terhadap penggunaan tanah.
DAS sebagai sebuah ekosistem umumnya dibagi ke dalam tiga daerah,yaitu daerah hulu, daerah tengah dan daerah hilir. Ekosistem DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan fungsi tata air terhadap seluruh bagian DAS. Keterkaitan daerah hulu dan hilir adalah melalui keterkaitan biofisik,yaitu melalui siklus hidrologi.
1.1 Latar Belakang
Terjadinya limpasan air yang besar pada saat musim penghujan menunjukkan bahwa DAS tidak lagi mampu menyerap curah hujan yang ada sehingga air yang diterima sebagian besar langsung dialirkan melalui aliran permukaan ke sungai. Terbatasnya jumlah air yang masuk ke dalam tanah juga berdampak pada sedikitnya jumlah air yang memasok air tanah, sehingga pada musim kemarau debit air sungai menjadi kecil. Disamping itu besarnya limpasan permukaan dapat menimbulkan erosi, yang dicirikan oleh warna air sungai yang keruh. Pada kondisi DAS yang baik, kondisi antara debit sungai di musim penghujan dan kemarau adalah kecil, karena sebagian besar curah hujan dapat diserap ke dalam tanah, sehingga aliran permukaan sangat kecil. Oleh karena itu aliran airnya tampak jernih sebagai indikator bahwa lingkungan di DAS tersebut dalam kondisi baik. Apabila kerusakan sumberdaya alam DAS tersebut dibiarkan terus serta tidak ada upaya penanganan yang sungguh-sungguh dari semua pihak yang terkait, maka bencana alam yang lebih besar dan berdampak lebih luas terhadap tata kehidupan dan perekonomian masyarakat, akan semakin sulit untuk ditangani.
1.2 Masalah
Terjadinya banjir, penyumbatan sungai dan erosi sungai, sebagian besar disebabkan banyaknya penduduk yang bermukim di daerah aliran sungai dan banyaknya limbah rumah tangga yang langsung dibuang ke sungai. Hal ini menyebabkan air hujan tidak bisa meresap kedalam tanah karena banyaknya rumah penduduk yang menghambat air hujan untuk masuk kedalam tanah dan tersumbatnya aliran sungai karena sampah yang menumpuk. Selain pemukiman penduduk, limbah-limbah industri juga menyumbang kerusakan kondisi sungai, pabrik-pabrik di Indonesia sebagian besar belum mempunyai sistem untuk pengolahan limbah. Limbah industri yang langsung di buang ke sungai menyebabkan pencemaran yang berbahaya, tercemarnya air sungai yang menyebabkan banyak penghuni di dalam sungai tercemar dan menurunya kualitas air sungai. Pemerintah daerah sudah mencoba berbagai cara untuk memindahkan penduduk yang tinggal di bantaran sungai, tetapi mendapat tanggapan buruk dari penduduk. Penduduk bantaran sungai menganggap limbah industri yang menyebabkan kerusakan sungai dan terjadinya banjir.
Enam puluh DAS di Indonesia diidentifikasi mengalami degradasi sejak tahun 2000 MS Kaban (2009).
karena berbagai faktor seperti meluasnya lahan kritis, penebangan hutan dan perambahan kawasan lindung. Kondisi DAS tersebut akan semakin parah jika terjadi pembangunan sarana-prasarana fasilitas umum, industri dan pemukiman dengan kepadatan yang tinggi di daerah perkotaan hilir. Ini menyebabkan terjadinya penyempitan palung sungai dan diiringi dengan meningkatnya pembuangan limbah ke sungai baik limbah industri maupun limbah rumah tangga serta terjadinya pencemaran lingkungan dan tersumbatnya sistem drainase perkotaan. Jika terjadi demikian, hujan deras secara lokal di perkotaan saja seringkali menyebabkan banjir walaupun debit sungai dari daerah hulu tidak terjadi peningkatan.
1.3 Tujuan
Mengurangi akan terjadinya banjir, tanah longsor dan erosi sungai yang dapat magacaukan kehidupan masyarakat dan kerusakan alam. Memindahkan pemukiman penduduk yang berada di bantaran sungai ke tempat yang lebih layak sebagai tempat tinggal. Mensosialisasikan kepada penduduk bantaran sungai dan pabrik-pabrik supaya tidak membuang limbah mereka kedalam sungai dalam skala yang besar dan menghimbau agar dapat melestarikan sungai untuk kepentingan bersama.
II. Pembahasan
Keberadaan DAS secara yuridis formal tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan. Dalam peraturan pemerintah ini DAS dibatasi sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsi untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya, penyimpanannya serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah tersebut. Perkembangan pembangunan di bidang permukiman, pertanian, perkebunan, industri, eksploitasi sumber daya alam berupa penambangan, dan ekploitasi hutan menyebabkan penurunan kondisi hidrologis suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Gejala penurunan fungsi hidrologis DAS ini dapat dijumpai di beberapa wilayah Indonesia, seperti di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, dan Pulau Kalimantan, terutama sejak tahun dimulainya Pelita I yaitu pada tahun 1972. Penurunan fungsi hidrologis tersebut menyebabkan kemampuan DAS untuk berfungsi sebagai penyimpan air pada musim kemarau dan kemudian dipergunakan melepas air sebagai (base flow) pada musim kemarau, telah menurun. Ketika air hujan turun pada musim penghujan air akan langsung mengalir menjadi aliran permukaan yang kadang-kadang menyebabkan banjir dan sebaliknya pada musim kemarau aliran (base flow) sangat kecil bahkan pada beberapa sungai tidak ada aliran sehingga ribuan hektar sawah dan tambak ikan tidak mendapat suplai air tawar. Walaupun masih banyak parameter lain yang dapat dijadikan ukuran kondisi suatu daerah aliran sungai, seperti parameter kelembagaan, parameter peraturan perundangundangan, parameter sumber daya manusia, parameter letak geografis, parameter iklim, dan parameter teknologi, akan tetapi parameter air masih merupakan salah satu input yang paling relevan dalam model DAS untuk mengetahui tingkat kinerja DAS tersebut, khususnya apabila dikaitkan dengan fungsi hidrologis DAS. Dalam prosesnya, maka kejadian-kejadian tersebut merupakan fenomena yang timbul sebagai akibat dari terganggunya fungsi DAS sebagai satu kesatuan sistem hidrologi yang melibatkan kompleksitas proses yang berlaku pada DAS. Salah satu indikator dominan yang menyebabkan terganggunya fungsi hidrologi DAS adalah terbentuknya lahan kritis. Menurut Pasaribu (1999), Dari hasil inventarisasi lahan kritis menunjukkan bahwa terdapat ± 14,4 juta hektar di luar kawasan hutan dan ± 8,3 juta hektar di dalam kawasan hutan.
Pemikiran dasar penduduk daerah bantaran sungai yang selalu menyalahkan limbah industri sebagai penyebab kerusakan sungai membuat penduduk bantaran sungai tidak mau direlokasi ketempat tinggal yang lebih layak. Disamping itu tidak tahunya penduduk bantaran sungai mengenai peraturan daerah tentang jalur hijau terutama di bagian DAS. Akibat dari penduduk bantaran sungai sendiri banyak orang yang terkena dampaknya, masalah banjir menjadi masalah yang terbesar ketika musim hujan tiba, sampah permukiman penduduk yang berada di daerah hulu terbawa arus dan menghambat aliran air yang berada di bagian hilir, ini menyebabkan air yang meluber dan menyebabkan banjir saat debit sungai bertambah. Tidak bisanya air hujan meresap kedalam tanah karena terhambat oleh permukiman penduduk yang mengakibatkan genangan air dimana-mana, selain banjir permukiman penduduk di daerah bantaran sungai juga menjadikan pandangan di sekitar sungai menjadi tidak enak dilihat dan terkesan kumuh dan kotor. Rendahnya tingkat pendidikan para penduduk bantaran sungai juga menyebabkan tidak pedulinya mereka terhadap kondisi lingkungan sungai.
Sektor permukiman dan prasarana wilayah masih menjadi prioritas dalam pembangunan dibandingkan dengan sektor kehutanan. Indikator pembangunan barangkali lebih mudah dilihat dengan berhasil dibangunnya berbagai sarana fisik, sementara pembangunan di bidang kehutanan masih dipandang sebagai investasi yang beresiko dan hasilnya diperoleh dalam jangka waktu yang lama. Pada satu sisi sarana irigasi dibangun sebagai penunjang upaya peningkatan produksi tanaman pangan di sektor pertanian, namun pada sisi lain kemampuan hutan sebagai penyangga sistem DAS semakin menurun dengan meningkatnya nilai nisbah sungai. Penebangan hutan terus berlanjut sebagai upaya memenuhi produksi kayu hutan. Akibatnya pada musim hujan air berlimpah sehingga menjadi bencana banjir, dan pada musim kemarau air surut sehingga timbul bencana kekeringan. Pada musim kering banyak sarana irigasi yang kering sehingga produksi tanaman pangan terganggu. Sementara itu pendekatan yang dipakai dalam penyelesaiaan masalah bencana banjir dan kekeringan selama ini tampaknya lebih banyak berorientasi pada penyelesaian yang bersifat fisik yaitu dengan membangun prasarana pengendali banjir yang sekaligus dapat berfungsi sebagai penampung air bagi penyediaan air irigasi di musim kemarau. Padahal hal ini seringkali bersifat symtomatik hanya sekedar menangani gejala yang timbul tetapi kurang memperhatikan akar permasalahannya. Berdasarkan hal tersebut di atas, tampaknya alokasi dana APBN yang ada untuk sektor kehutanan ditambah dengan Dana Reboisasi (DR) belum mampu memperbaiki kondisi hutan. Hutan terus terdegradasi sehingga kemampuannya sebagai penyangga sistem DAS terus menurun, dan dampaknya dirasakan oleh seluruh subsistem DAS dari hulu hingga ke hilir khususnya sektor permukiman wilayah dan sektor pertanian dalam bentuk bencana banjir dan kekeringan.
DAS atau daerah aliran sungai adalah daerah sekitar aliran sungai dan sekelilingnya yang jika terjadi hujan airnya mengalir kesungai. DAS dibagi menjadi dua macam yaitu:
· DAS Gemuk
DAS yang luas sehingga dapat menampung air yang besar. DAS ini umumnya mengalami luapan air ketika hujan besar di bagian hulu.
· DAS Kurus
DAS ini mempunyai daya tampung air hujan yang sedikit. DAS ini tidak mengalami luapan air yang begitu besar pada saat hujan turun di bagian hulu.
Fungsi DAS
DAS bagian hulu sebagai konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air dan air hujan.
DAS bagian tengah sebagai pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain yang dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.
DAS bagian hilir sebagai pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat kepentingan masyarakat, yang diindikasikan melalui kuantitas air dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengolahan air limbah.
Keberadaan sektor kehutanan di daerah hulu yang dikelola dengan baik dan terjaga keberlanjutannya dengan didukung oleh sarana dan prasarana di bagian tengah akan dapat mempengaruhi fungsi dan manfaat DAS tersebut di bagian hilir, baik untuk pertanian, kehutanan maupun untuk kebutuhan air bersih bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan adanya rentang panjang DAS yang begitu luas, baik secara administrasi maupun tata ruang, dalam pengelolaan DAS diperlukan adanya koordinasi berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah secara baik.
Dalam rangka memulihkan dan mendayagunakan sungai dan pemeliharaan kelestarian DAS, maka rekomendasi ke depan perlu disusun kebijakan pemerintah yang mengatur tentang pengelolaan DAS terpadu, yang antara lain dapat memuat:
Pengelolaan DAS terpadu yang meliputi:
a. Keterpaduan dalam proses perencanaan, yang mencakup keterpaduan dalam penyusunan dan penetapan rencana kegiatan di daerah aliran sungai.
b. Keterpaduan dalam program pelaksanaan, yang meliputi keterpaduan penyusunan program-program kegiatan di daerah aliran sungai, termasuk memadukan waktu pelaksanaan, lokasi dan pendanaan serta mekanismenya.
c. Keterpaduan program-program kegiatan pemerintah pusat dan daerah yang berkaitan dengan daerah aliran sungai, sejalan dengan adanya perundangan otonomi daerah.
d. Keterpaduan dalam pengendalian pelaksanaan program kegiatan yang meliputi proses evaluasi dan monitoring.
e. Keterpaduan dalam pengendalian dan penanggulangan erosi, banjir dan kekeringan.
2. Hak dan kewajiban dalam pengelolaan DAS yang meliputi hak setiap orang untuk mengelola sumber daya air dengan memperhatikan kewajiban melindungi, menjaga dan memelihara kelestarian daerah aliran sungai.
3. Pembagian kewenangan yang jelas antara daerah kabupaten/kota, daerah propinsi dengan pemerintah pusat dalam mengelola DAS secara terpadu.
4. Badan pengelola daerah aliran sungai (aspek kelembagaan) dapat berupa badan usaha atau badan/instansi pemerintah. Badan-badan tersebut ditetapkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah sesuai dengan kewenangan yang berlaku.
5. Kebijakan pemerintah ini selain mengatur tentang peran serta masyarakat dalam pengelolaan DAS terpadu, juga mengatur sanksi (hukuman) bagi masyarakat yang tidak mengindahkan peraturan pemerintah dalam pengelolaan DAS terpadu baik pada DAS lokal, regional maupun nasional.
III. Penutup
3.1 Simpulan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan, dengan daerah bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Oleh karena itu perubahan penggunaan lahan di daerah hulu akan memberikan dampak di daerah hilir dalam bentuk fluktuasi debit air, kualitas air dan transport sedimen serta bahan-bahan terlarut di dalamnya. Dengan demikian pengelolaan DAS merupakan aktifitas yang berdimensi biofisik,yaitu pengendalian erosi, pencegahan dan penanggulangan lahan-lahan kritis. Pengelolaan pertanian konservatif berdimensi kelembagaan,yaitu insentif dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bidang ekonomi dan berdimensi sosial yang lebih diarahkan pada kondisi sosial budaya setempat, sehingga dalam perencanaan model pengembangan DAS terpadu harus mempertimbangkan aktifitas/teknologi pengelolaan DAS sebagai satuan unit perencanaan pembangunan yang berkelanjutan. Operasionalisasi konsep DAS terpadu sebagai satuan unit perencanaan dalam pembangunan selama ini masih terbatas pada upaya rehabilitasi dan konservasi tanah dan air, sedangkan kelembagaan yang utuh tentang pengelolaan DAS belum terpola. Agar pengelolaan DAS dapat dilakukan secara optimal, maka perlu direncanakan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan DAS sebagai suatu unit pengelolaan.
3.2 Saran
Sebaiknya Pemerintah lebih memperhatikan hutan yang telah gundul, tidak hanya membangun sarana pengendali banjir karena akan lebih menghabiskan biaya dari pada biaya memperbaiki hutan, selain itu jika pemerintah memperhatikan jalur hijau khususnya hutan dan DAS di Indonesia masalah banjir akan bisa dicegah. Perlunya penggalakan kepada penduduk yang berada di Daerah Aliran Sungai agar kondisi sungai dapat diperbaiki dan mencegah terjadinya banjir yang lebih parah. Penduduk seharusnya lebih peduli terhadap lingkungan yang ditempati, dengan cara tidak membuang sampah ke dalam sungai, tidak menebang hutan secara illegal, memperluas kawasan hutan lindung dan mengadakan tebang pilih tanam, menanam pohon di Daerah Aliran Sungai.
Daftar Pustaka
Loka Karya Membangun Kapasitas Para Pihak Untuk Penyelamatan Daerah Aliran Sungai (DAS) http://digilib-ampl.net/file/pdf/newsletter_agustus_09.pdf (18 desember 2009)
Wardhanie, B. (2001). Evaluasi Kebijakan Jalur Hijau di Permukiman Sungai Code: Studi Kasus Ledok Ratmakan dan Ledok Gondolayu, Yogyakarta. Tesis. Tidak dipublikasikan. Jakarta: Universitas Indonesia.
Harjanti, S.W. Daerah Aliran Sungai Tuntang, Propinsi Jawa Tengah. Jurnal Daerah Aliran Sungai. XII (1): 1-8.
Riyn (2008). Daerah Aliran Sungai (DAS) http://riyn.multiply.com/journal/item/44/Daerah_Aliran_Sungai_DAS (19 desember 2009)
Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air (2008). Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu. Jakarta.pp 1-17.
Menteri Pekerjaan Umum. (2005). Penataan Ruang Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak. Penyelamatan dan Pelestarian DAS Siak. Pekanbaru.pp 1-13.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar